Fintech Lending Membuka Peluang Besar bagi Pertumbuhan UMKM di Indonesia

Ribuan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia semakin merasakan manfaat positif dari pembiayaan yang diberikan oleh asosiasi Fintech Peer-to-Peer (P2P) Lending. Banyak di antara mereka bahkan melaporkan peningkatan omset hingga berkali-kali lipat. Kelebihan utama yang ditawarkan adalah proses pengajuan yang mudah tanpa memerlukan agunan aset, serta kemampuan mendapatkan pinjaman hingga Rp2 miliar, yang menjadi daya tarik tersendiri bagi UMKM.
Fintech Lending bukan sekadar inovasi keuangan biasa, melainkan sebuah solusi penting bagi UMKM yang belum memiliki akses ke layanan keuangan formal. Sejumlah UMKM masuk dalam kategori “unbanked” dan “underserved,” yang artinya mereka sulit mendapatkan layanan perbankan konvensional. Menurut hasil penelitian tahun 2023, kebutuhan pembiayaan untuk UMKM pada tahun 2026 diperkirakan mencapai Rp 4.300 triliun. Namun, ketersediaan dana hanya mampu memenuhi sekitar Rp 1.900 triliun, mengakibatkan terjadinya kesenjangan kredit sebesar Rp 2.400 triliun.
Gap ini bukanlah masalah sepele. Sampai dengan Agustus 2023, Fintech Pendanaan Bersama, atau Fintech Lending, telah menyediakan dana sebesar Rp677,51 triliun, dengan pertumbuhan yang konsisten setiap tahunnya. Pertumbuhan ini mencapai 45% pada tahun 2022 dan bahkan 112% pada tahun 2021. Meskipun situasi ini tampak sulit, Fintech Lending melihatnya sebagai peluang untuk terus berinovasi dalam melayani masyarakat dan membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Banyak kisah keberhasilan yang bermunculan dari para pelaku UMKM yang memperoleh pendanaan melalui platform Fintech Lending.
Salah satu contoh kesuksesan datang dari Yuari Trantono (Ari), Pemilik PT Pangan Nusantara. Ari menceritakan bahwa pendanaan dari ALAMI Sharia telah mampu meningkatkan keuntungan bisnisnya secara signifikan. Saat ini, omsetnya telah mencapai 6 ton per hari dengan produk makanan beku yang didistribusikan ke berbagai pabrik di Indonesia, diolah menjadi bakso dan sosis.
Ari menjelaskan, “Kendala usaha dalam skala UMKM ini adalah kita tidak memiliki aset, kami masih menyewa tempat usaha. Saya sebagai pemilik usaha memiliki latar belakang PNS di salah satu kementerian, yang kemudian keluar untuk merintis usaha ini. Kami bukan dari kalangan berada, kami juga merintis usaha dari bawah. Saat ini, kami mampu mencatat peningkatan omset hingga dua kali lipat, menjadi 6 ton kantong makanan beku per hari dari sebelumnya hanya 3 ton.”
Menurut Ari, tantangan terbesar bagi UMKM adalah mendapatkan akses pembiayaan dari bank-bank konvensional yang memerlukan jaminan aset. Fintech P2P Lending telah memberi harapan dan kesempatan bagi mereka untuk mengajukan pinjaman tanpa jaminan aset, hanya dengan syarat menyediakan laporan keuangan dua tahun terakhir. PT Pangan Nusantara sendiri telah memperoleh pembiayaan sekitar Rp 1,2 miliar dari plafon Rp 2 miliar, dengan proses yang sangat mudah, sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan laba usaha.
“Pinjaman ini adalah Kredit Modal Kerja (KMK), jika kita butuh, kita gunakan. Jika permintaan sedikit, kita tidak menggunakan seluruhnya, dan kita memiliki plafon Rp 2 miliar. Kami mengevaluasi penggunaan dana ini setiap dua bulan atau tiga bulan. Jadi, jika misalnya karena Idul Fitri, kami akan menggunakan seluruhnya. Setelah Idul Fitri, jika situasi sepi, kami akan menurunkannya menjadi Rp 500 juta atau bahkan tidak menggunakan sama sekali, tergantung pada kebutuhan,” tambah Ari.
Harza Sandityo, Direktur Utama ALAMI Sharia, menjelaskan bahwa fokus ALAMI Sharia adalah pada industri-industri kunci yang mendukung perekonomian Indonesia, seperti perdagangan & distribusi, sumber daya manusia & kepegawaian, pelayanan kesehatan, dan pertanian (perikanan). Keempat industri ini memberikan dampak signifikan dalam menciptakan lapangan kerja baru, mencapai 50% dari total pembiayaan yang disalurkan. Sehingga, ALAMI Sharia serius dalam memfasilitasi pelaku UMKM dalam sektor-sektor tersebut.
“ALAMI sebagai penyelenggara Fintech P2P Lending syariah, telah memberikan dukungan keuangan kepada lebih dari 11.400 proyek UMKM di sektor-sektor strategis di Indonesia. Ekosistem ALAMI mencakup 482 kota di 34 provinsi di seluruh Indonesia, melibatkan penyandang dana dan penerima manfaat, terutama UMKM, yang berpartisipasi dalam berbagai kegiatan komersial dan sosial,” tambah Harza.
Kisah sukses lainnya datang dari Ibu Sumarni bersama anaknya, Suki Kunihati. Mereka adalah pedagang bakso yang menceritakan pengalamannya setelah memperoleh pinjaman dari Mekar melalui KSP Dwi Tunggal sebesar Rp 40 juta, yang digunakan untuk modal usaha dalam bentuk pembelian gerobak untuk berjualan bakso.
“Usaha suami saya adalah pedagang bakso, Alhamdulillah, berkat bantuan dari Dwi Tunggal, usaha yang saya jalankan mendapatkan bantuan. Kemarin, usaha kami sempat terkena dampak Covid, dan omsetnya menurun. Alhamdulillah, berkat bantuan fintech, usaha kami tetap bisa berjalan. Proses pengajuan hanya membutuhkan 1 hari, pagi pengajuan pinjaman online, sore harinya dana sudah cair. Tenor pinjaman Ibu Sumarni adalah selama 3 tahun,” ucap Suki.
Suki menjelaskan bahwa pembiayaan dari Mekar melalui KSP Dwi Tunggal ini menyasar pensiunan. Pengajuan pinjaman dilakukan dengan menggunakan SK pensiun ibunya, Sumarni, dengan cicilan yang dipotong langsung setiap bulan dari uang pensiunnya. Setelah mendapatkan pembiayaan, omset langsung naik dari Rp300.000 per hari menjadi Rp 500.000 per hari, atau naik 70% per harinya.
Budi Sang, Lending Manager Mekar, menjelaskan bahwa pembiayaan dari Mekar melalui kerjasama dengan koperasi, seperti KSP Dwi Tunggal yang memiliki banyak anggota. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan risiko gagal bayar.
“Mekar memiliki jaringan 30 koperasi, salah satunya adalah Dwi Tunggal, yang membantu mempermudah proses akses anggota koperasi kepada Mekar. Rata-rata yang Mekar biayai adalah 90% sektor produktif, dengan mayoritas pelanggan adalah ibu-ibu yang menggunakan konsep grameen di sekitar Pulau Jawa,” kata Budi.
Untuk pinjaman Ibu Sumarni, Budi menjelaskan bahwa persyaratan telah terpenuhi, terutama agunan berupa SK pensiun. Pembiayaan tersebut langsung ditransfer ke rekening yang telah bekerja sama dengan Mekar. Syarat-syarat seperti KTP, buku tabungan, dan SK fisik digunakan untuk memastikan bahwa pemohon masih aktif.
Pengalaman serupa juga disampaikan oleh Erfianty, pemilik Ayam Bakar Madu Hijrah Jagakarsa, yang telah mendapatkan manfaat dari pendanaan OVO Finansial. Erfianty mengungkapkan bahwa pendapatan usahanya meningkat hingga 40% setelah mendapatkan pinjaman online dari OVO Finansial. Dia menjelaskan bahwa pinjaman dari OVO Finansial memiliki berbagai kemudahan, baik saat pengajuan kredit, proses pencairan, hingga pembayaran.
Sebagai salah satu merchant dalam ekosistem OVO, Erfianty merasa lebih mudah untuk mengajukan pinjaman. Awalnya, ia mendapatkan pinjaman sebesar Rp 6 juta, kemudian Rp 30 juta, dan kini bahkan Rp 50 juta dengan tenor 3-6 bulan.
“Pengajuan pembiayaan saya sangat mudah, saya diberi kepercayaan untuk mendapatkan pinjaman. Alhamdulillah, prosesnya lancar, dan dana cair dalam waktu singkat, paling lama 2 hari, bahkan yang pertama hanya 1 hari. Hanya perlu mengisi data, dan dana cair berdasarkan transaksi di aplikasi ekosistem OVO. Alhamdulillah, tidak perlu ada jaminan,” kata Erfianty.
Industri Fintech Lending terus berharap untuk memperluas jangkauan usaha dan pelayanannya, karena jurang antara kebutuhan pembiayaan dan ketersediaan pembiayaan produktif untuk bisnis mereka masih cukup besar. Ini adalah tanggung jawab bersama untuk terus mendorong pertumbuhan dan kesuksesan UMKM di Indonesia. Dalam kondisi ekonomi yang penuh dengan ketidakpastian, Fintech Lending muncul sebagai pilihan yang menjanjikan bagi UMKM yang berjuang untuk mendapatkan akses keuangan yang diperlukan untuk berkembang dan berkontribusi pada perekonomian negara.